Wednesday, July 29, 2009

~sarang~

...bismillahirrahmanirrahim...



Demi cintanya pada manusia, Allah SWT membuka banyak saluran dan jalan bagi untuk keselamatan hamba-hamba-Nya, salah satunya lewat Ramadhan, bulan di mana Allah SWT membuka selebar-lebarnya pintu cinta-Nya pada manusia.

Allah SWT adalah Dzat pemilik cinta. Cinta Allah adalah cinta tak bersyarat; unconditional love. Dia mencintai semua hamba-Nya tanpa mengharap balasan apa pun. Cinta Allah adalah cinta “walaupun”, bukan cinta “karena”. Allah selalu mencintai hamba-Nya walaupun hamba itu berbuat zalim dan terus membangkang perintah-Nya. Sebaliknya, cinta manusia adalah cinta “karena”. Manusia mencintai sesuatu karena sesuatu itu ada manfaat bagi dirinya. Manusia beramal, karena ingin mendapatkan balasan dan kebaikan.

Demi cinta-Nya tersebut, Allah SWT membuka jalan bagi keselamatan dan kebahagian manusia. Salah satunya adalah dengan dikaruniakannya Ramadhan sebagai bulan istimewa. Maka, tak berlebihan bila Ramadhan dikatakan sebagai bulan cinta, bulan di mana Allah SWT membuka pintu-pintu kecintaan-Nya.

“Tanda cinta” dari Allah SWT ini, digambarkan dengan sangat tepat oleh Rasulullah SAW, “Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang semua hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya, dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Demikianlah, Ramadhan adalah bulan di mana Allah SWT memanggil semua hamba-Nya untuk kembali menuju hakikat hidup sebenarnya. Ada perumpamaan menarik dari Dr Jalaluddin Rakhmat. Menurutnya, manusia adalah “anak-anak Allah” yang dikeluarkan dari rumah-Nya untuk bermain-main di halaman dunia ini. Dalam QS Al-An’am [6] ayat 32 Allah SWT berfirman, “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.” Karena itu, Kabah disebut rumah Allah (Baitullah), karena ke sanalah para jamaah haji berangkat, meninggalkan segala urusan dunia mereka. Ramadhan pun disebut bulan Allah, karena pada bulan itulah kita pulang, kita meninggalkan halaman permainan kita.

Selama kita asyik bermain, kita sibuk membeli “jajanan” yang bermacam-macam: kekayaan, kekuasaan, kemasyhuran, atau kesenangan duniawi lainnya. Kita lupa bahwa ada makanan lain yang jauh lebih sehat dan lebih lezat. Pada bulan Ramadhan itulah Allah menyeru kita untuk kembali kepada-Nya. Allah telah mempersiapkan jamuan makanan berupa rahmat dan kasih sayang-Nya bagi kita yang “bermain” terlalu jauh dari “rumah”.

Lewat syairnya, Jalaluddin Rumi mengungkapkan: “Bagaimana keadaan sang pencinta?,” tanya seorang lelaki. Kujawab,”Jangan bertanya seperti itu, Sobat: Bila engkau seperti aku, tentu engkau akan tahu; Ketika Dia memanggilmu, engkau pun akan memanggil-Nya.”

Ramadhan adalah bukti cinta Allah. Bahagia bertemu dengan Ramadhan sama artinya dengan bahagia bertemu Allah. Konsekuensinya jelas, “Barangsiapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Dan barangsiapa tidak mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak mencintai pertemuan dengannya” (HR Bukhari).

Bila kita mencintai Allah, kita harus menyambut apa pun yang datang dan diserukan-Nya, termasuk Ramadhan. Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan adalah sebuah kebohongan besar bila seseorang mencintai sesuatu tetapi ia tidak memiliki kecintaan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya. Al-Ghazali menulis, “Bohonglah orang yang mengaku mencintai Allah SWT tetapi ia tidak mencintai Rasul-Nya; bohonglah orang yang mengaku mencintai Rasul-Nya tetapi ia tidak mencintai kaum fakir dan miskin; dan bohonglah orang yang mengaku mencintai surga tetapi ia tidak mau menaati Allah SWT.”

Karena cinta Rasulullah SAW dan para sahabat selalu menyambut Ramadhan dengan sukacita. Bahkan sejak Rajab dan Sya’ban mereka telah mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambutnya, termasuk dengan memperbanyak puasa dan amalan sunnat lainnya. Siti ‘Aisyah berkata, “Tidak pernah Rasulullah SAW berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari puasanya pada bulan Sya’ban, ada kalanya sebulan penuh. Dan adakalanya hampir penuh hanya sedikit yang tidak puasa” (HR Bukhari Muslim).

Tatkala cinta sudah berbicara, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak bahagia menyambut Ramadhan. Tidak ada lagi keluh-kesah menahan lapar, haus, dan semua keletihan tatkala menjalani Ramadhan.

Lewat cintalah semua yang pahit akan menjadi manis.

Wallahu a’lam bish-shawab.

… Allah Maha Besar … Marhaban Yaa Ramadhan …

Tuesday, July 28, 2009

..dOsa-DosAku..

http://www.eramuslim.com/

oleh Masadi

Betapa generasi shalafus shalih telah melahirkan orang-orang yang terbaik di zamannya, yang sangat sulit akan ditemukan di zaman ini. Seperti diriwayatkan dari jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu anhu: “Ada seorang pemuda Anshar masuk Islam, bernama Tsa’labah bin Abdurrahman”, ucapnya. Pemuda itu sangat senang dapat melayani Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Suatu ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk suatu keperluan, maka pemuda itu melewati sebuah pintu rumah lelaki Anshar, dan pemuda itu melihat seorang wanita Anshar sedang mandi. Lalu, pemuda yang bernama Tsa’labah itu, takut kalau Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan memberitahukan tentang perbuatannya, maka ia pun lari sekencang-kencangnya menuju gunung-gunung yang ada antara Mekah dan Madinah untuk bersembunyi.

Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kehilangan Tsa’labah selama empat puluh hari, maka turunlah Jibril alaihis sallam kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam dan berfirman kepadamu , “Sesungguhnya ada seorang lekaki dari umatmu telah berada di gunung-gunung ini memohon perlindungan kepada-Ku”.

Maka, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Wahai Umar dan Salman carilah Tsa’labah bin Abdurrahman dan bawalah ia kepadaku”. Selanjutnya, Umar bersama dengan Salman berjalan keluar dari jalan-jalan Madinah, dan bertemu dengan seorang pengembala di Madinah bernama Dzufafah, dan Umar bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu seorang pemuda yang berada di gunung ini, namnya Tsa’labah?”. Dzufafah menjawab, “Barangkali maksudmu adalah lelaki yang lari dari neraka jahanam?”. Umar bertanya, “Apakah yang kamu maksudkan bahwa ia lari dari neraka jahanam?”.

Dzufafah menjawab, “Karena, jika di waktu malam telah tiba, maka ia datang kepada kami dari tengah gunung-gunung ini dengan meletakkan tangannya diatas kepalanya sambil berteriak, “Wahai, seandainya, Engkau cabut nyawaku, dan Engkau matikan tubuhku, dan tidak membiarkan untuk menunggu keputusan takdir-Mu”. Dan, Umar menjawab, “Dialah lelaki yang kami maksudkan”, ucapnya. Kemudian, Umar datang kepadanya dan mendekapnya, dan Tsa’labah bekata, “Wahai Umar. Apakah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, tahu tentang dosaku?”. Umar menjawab, “ Saya tidak tahu, hanya kemarin beliau menyebutmu, lalu menyuruhku dengan Salman mencarimu”. Tsa’labah berkata, “Wahai Umar, janganlah engkau bawa aku kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali beliau sedang shalat. Maka, Umar segera kedalam barisan shalat bersama dengan Salman. Dan, ketika Tsa’labah mendengar bacaan Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam jatuh pingsan.

Ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah salam, Beliau bersabda, “Wahai Umar, wahai Salman apa yang dilakukan Tsa’labah?”. Keduanya menjawab, “Ini dia Rasulullah”. Kemudian, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri menggerak-gerakan badan Tsa’labah, dan membangunkannya”. Lalu, Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?”. “Dosaku sangat besar, wahai Rasulullah”, ucap Tsa’labah. Dan, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Tidakkah aku pernah tunjukkan kepadamu ayat yang menerangkan penghapusan dosa dan kesalahan”. “Ya, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Bacalah”. “ …Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (al-Baqarah : 201).

Tsa’labah berkata, “Wahai Rasulullah, dosaku sangat besar”. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bahkan firman Allahlah yang paling besar”. Kemudian, beliau menyuruhnya pulang ke rumahnya. Sejak itu, Tsa’labah sakit selama delapan hari, kemudian datang Salman kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah, sudah tahukah engkau berita tentang Tsa’labah? Sesungguhnya, ia sedang sakit keras, karena perasaan dosanya”. “Marilah kita menjenguknya”, ucap Rasulullah.

Sesudah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai di rumah Tsa’labah, meletakkan kepala Tsa’labah diantas pangkuannya. Tetapi, setiap kepalanya diletakkan dipangkuan Rasulullah, selalu Tsa’labah menggesernya. “Kenapa kamu geserkan kepalamu dari pangkuanku?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Kapalaku penuh dengan dosa, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya , “Apakah yang kamu lakukan?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Seperti rayap dan semut berada diantara tulang, daging dan kulitku”, jawab Tsa’labah. “Apakah yang kamu senangi?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Ampunan Tuhanku”, jawab Tsa’labah.

Kemudian, Jabir berkata, “Ketika itu turunlah Jibril Alaihisallam, mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, “JIka hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemui dengan sejengkal ampunan”. Ketika itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu Tsa’labah, dan seketika itu, Shahabat Tsa’labat menjerit, karena senang, dan kemudian meninggal.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyuruh para Shahabat lainnya,memandikan dan mengkafaninya. Ketika, beliau meshalatinya, belaiu datang berjalan dengan merangkak. Ketika dimakamkan, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami melihatmu berjalan merangkak”. Kemudian, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan haq, aku tidak bisa meletakkan kakiku diatas bumi, karena banyaknya malaikat yang turun mengantarkan jenazah Tsa’labah”. Wallahu’alam.


Bagaimana dengan dirimu yang seringkali melihat atau terlihat wanita yang tidak menutup aurat?
Adakah kalian berasa seronok atau takut akan azab Allah yang Maha Perkasa itu?

Banding-bandingkanlah dirimu...dan marilah sama-sama bermuhasabah kerana mati itu datang tiba-tiba dan tidak mungkin bisa ditangguh mahupun dicepatkan meskipun biar sesaat sahaja.

wallahu 'alam...

Thursday, July 23, 2009

MenCintaimu??

...Bismillahirrahmanirrahim...

Allah mencintaimu dengan nikmat, namun mengapa membalasnya dengan maksiat??

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menjaga pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya (aurat), kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya (aurat) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur : 31)



Muslimahku sayang, sedarilah bahawa hadirmu di dunia amat bermakna. Bukan sekadar hiasan, tapi dirimu yg akan membentuk generasi akan datang. Sedarilah juga duhai muslimah, bahawa kelembutanmu bukan utk Adam yg tidak mempunyai hak ke atasmu.

Sesungguhnya, Allah sayang dan kasih pada dirimu wahai Muslimah..pandanglah, hayatilah kurnia Allah dengan mata hati. Sungguh indah ketetapanNYA buat
kita..hanya kita yang tidak mahu menerima

Post ini bukanlah untuk menyindir atau pun mengata, cuma ia adalah satu peringatan sebelum diri ini diambil Allah swt. Perbuatan dan juga tingkah laku yang diharamkan Allah swt, tetap akan menjadi haram. Dosa tetap juga dosa. Apa yang berlaku di hadapan mata, amat menyakitkan hati dan iman. Terasa berdosa pada Yang Maha Esa, jika tidak ditegur.



Maka, bagi pembaca yang setia, lihatlah diri mu, ketuklah pintu hatimu, tanyalah imanmu. Dimanakah kamu disisi Allah swt? Hidupmu hanya sementara. Setiap detik yang berlalu, setiap saat yang meninggalkanmu, adalah sia-sia jika tidak digunakan untuk mengingati Allah swt mahupun ntuk mencintai Allah swt dan RasulNya. Sesungguhnya, ituah yang selayaknya. Walaupun sering dilafazkan dimulutmu akan cinta padaNya, namun adakah hati benar-benar membenarkannya? Atau ia hanyalah omongan kosong semata-mata. Ingatlah, "Setiap yang hidup pasti akan mati". Gunalah masa yang sangat pendek ini untuk mencintai Allah swt dan Rasulnya. Bencilah dunia yang hina, kerana ia akan kamu tinggalkan suatu hari nanti.


Orang yang kamu cinta, harta yang kamu cinta, dan hidupmu yang kamu cinta. Semuanya adalah kebahagiaan sementara. Ingatlah wahai sahabatku, kamu akan dihisab suatu hari nanti. Apakah yang akan kamu bawa? Dosa? Dosa? Dosa? dimanakah pahalamu?


Tidak wahai sahabatku...jangan sekali-kali menyiksa dirimu diakhirat kelak. Allah swt adalah Maha Adil. Allah masih lagi memberimu masa. Cukup masa untukmu bertaubat. Sujudlah padanya dengan perasaan hina dan berdosa. Mintalah padanya dengan hati yang khusuk dan seiklas-ikhlasnya. Tinggalkan maksiatmu, mintalah keampunan akan dosa-dosamu. berhentilah...berhentilah...berhentilah....

hanya ini yang mampuku lakukan. Selebihnya adalah tanggungjawabmu. Kamu mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk untuk dirimu. Maka, janganlah kamu menutupi kebenaran ini lagi. Bukalah pintu hatimu seluas-luasnya. Lihatlah nikmat yang Allah swt telah berikan padamu. Siapakah yang patut kamu cinta? Siapakah yang patut kamu sayang? Siapakah yang patut kamu dahulukan?

...ya muqallibal qulub, thabbit qalbi 'ala deenik wa tho'atik...

p/s Maafkan ku jika ada yang terguris mahupun sakit hati. Namun, aku tidak mahu berasa bersalah dihadapan Allah swt...

Wednesday, July 8, 2009

bulatan gembira


"
Kipas yang berputar di atas kepala meniupkan angin sepoi-sepoi bahasa. Lantai yang dialas tikar berwarna hitam coklat menampakkan keanggunan ruang tamu itu. Walaupun dikelilingi sofa-sofa yang amat selesa, kami memilih untuk duduk bersila sambil lutut bersentuh di antara satu sama lain. Beginilah rutin kami setiap minggu. Hari-hari yang lain sering dipenuhi dengan acara-acara dunia, namun tetap berusaha untuk meluangkan masa untuk mendidik hati dan jiwa untuk Allah swt. Di saat ini, semuanya sudah bersiap sedia dengan alatan masing-masing untuk mencatat ilmu-ilmu baru yang akan disampaikan. Setiap daripada kami dilengkapi dengan Al-Quran terjemahan di tangan. Kesemuanya sungguh bersemangat sekali. Setelaah selesai, kesemuanya senyap memerhatikan naqibah kami.

Kak Ina memecahkan sunyi
"
Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahi Rabbil alamin, nahmadhu wanasta'inuhu, wanastaghfiruhu, wanauzubika min syururi anfusina, wamin sayyiayaatina birahmatika ya arhaman rahimin...

mari kita membuka majlis kita dengan umul quran al-fatihah~"

Tangan kami diangkat dengan penuh rasa keabdian. Menyedari akan betapa kerdilnya hamba ini yang tidak mempunyai apa-apa dan sangat lemah di hadapan Allah swt. MasyAllah...astaghfurullah...Kami membetulkan niat, akan tujuan sebenar kami hadir pada har ini. Bukan kerana untuk mendapatkan pujian daripada sesiapa pun, mahupun menunjuk-nunjuk. Tetapi, adalah untuk mendapat keredaan Allah swt. Kerana kami semua ingin melakukan amal dan ibadah hasil dari perasaan cinta dan sayang kepada Allah swt...

Kak Ina sambung lagi
" Alhamdullillah, wahai adik-adikku, beginilah suasana kita di akhirat nanti. Saat-saat inilah yang akan menjadi saksi di kala akirat kelak. Kita akan duduk di atas dipan-dipan yang indah dan cukup selesa. Kita akan bersembang-sembang di antara satu sama lain, menceritakan kembali kisah-kisah sewaktu kita hidup di dunia. Bagaimana kita telah duduk bersama-sama, solat bersama-sama, mahupun beramal bersama-sama untuk mendekatkan diri kerana Allah swt. Perasaan bahagia yang tidak terhingga ketika berada di dalam syurga. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepadaNya..masyAllah...

Para malaikat juga berada di antara kita untuk turut serta dalam majlis-majlis ilmu seperti ini. Mereka akan menjadi saksi akan kehadiran kita, sambil mendoakan akan kesejahtaraan kita. Sungguh beruntung sekali..."

Mata kami berkaca. Indah sungguh suasana tersebut. Hati kami bergetar dengan keinsafan dan kebahagiaan. Tidak kami sangka sungguh beruntung golongan-golongan yang sering beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. Hanya dengan nikmat duduk bersantai di atas dipan-dipan telah melukiskan gambaran yang cukup indah di dalam minda. Namun, keadaan dan suasana yang sebenar sudah tentu lebih indah dari itu. Kerana nikmat syurga adalah suatu nikmat yang jauh lebih indah dari apa yang kita pernah kita ukirkan di atas kepala. Keindahannya tidak dapat digambarkan hanya dengan perkataan mahupun berdasarkan pengalaman. Jika kita merasakan dunia ini bagaikan syurga. Maka kita telah salah.

Rasulullah saw penah meibaratkan dunia ini seperti bangkai yang telah busuk dan penuh dengan ulat. Sungguh hina dan tidak berguna. MasyAllah... Namun mengapa ramai lagi yang mengejar-ngejarkan dunia yang cukup hina ini?

Tuesday, July 7, 2009

...Apabila dImurkai...

“Begini Anakku, jika suatu ketika kau dimurkai ibumu
misalnya, carilah sebab kenapa kau dimurkai ibumu. Hayati
perasaanmu saat itu, saat kau dimurkai. Ibumu murka kemungkinan
besar karena kau melakukan suatu kesalahan, yang
karena kesalahamnu itu ibumu murka. Dan saat kau dimurkai
pasti kau merasakan kesedihan, bercampur ketakutan dan juga
penyesalan atas kesalahanmu. Itulah yang kau temui dan kau
rasakan, saat itu. Lalu hayati hal itu sungguh sungguh, dan
hubungkan dengan akhirat. Bagaimana rasanya jika yang
murka kepadamu adalah Allah. Murka atas perbuatanperbuatanmu
yang membuat-Nya murka. Bagaimana perasaanmu
saat itu. Mampukah kau menanggungnya. Jika yang
murka adalah ibumu, kau bisa meminta maaf. Karena kau
masih ada di dunia. Jika di akhirat bisakah minta maaf kepada
Allah saat itu? “

Petikan dari:

Ketika Cinta Bertasbih

karangan Habiburrahman Al-Shirazy
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...